Selasa, 02 Juni 2015

HADIS LARANGAN MENIMBUN DAN MONOPOLI



BAB II
PEMBAHASAN
A.     Larangan Terhadap Tengkulak

عَنْ طَا وُسٍ عَنْ اِبْنِ عَبَّا سٍ قَا لَ : قَا لَ رَسُوْلُ اللهِ ص م ( لاَ تَلَقُّوْا ا لرُّ كْبَا نَ, وَلاَ يَبِعْ حَا ضِرٌ لِبَا دٍ )      قُلْتُ لاِ بْنِ عَبَّا سٍ: مَا قَوْ لُهُ ( وَلاَ يَبِعْ حَا ضِرٌ لِبَا دٍ؟ قَا لَ : لاَ يَكُوْ نُ لَهُ سِمْسَا رًا.متفق عليه 
“Dari thawus dari Ibnu abbas ia berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: “ Janganlah kamu mencegat kafilah-kafilah dan janganlah orang-orang kota menjual buat orang desa.” saya bertanya kepada Ibnu abbas, ” Apa arti sabdanya.? “Janganlah kamu mencegat kafilah-kafilah dan jangan orang-orang kota menjualkan buat orang desa,” Ia menjawab: “Artinya janganlah ia menjadi perantara baginya.” (Muttafaq alaih , tetapi lafazh tersebut dari bukhari)
Kafilah dalam hadis diatas bukan hanya rombongan banyak namun juga sendirian, baik memakai kendaraan ataupun berjalan.[1]
Para pedagang yang datang dari daerah atau negara lain yang sengaja membawa barang dagangannya untuk diperdagangkan di suatu daerah dengan harga yang murah karena pedagang tersebut merupakan pedagang pertama. Namun, penduduk seringkali tidak mendapatkan barang secara langsung dari kafilah atau pedagang pertama tersebut, karena barang-barang dagangan tersebut telah diambil terlebih dahulu dan diborong oleh para tengkulak atau makelar. Para tengkulak tersebut mengambil kesempatan tersebut untuk mendapatkan keuntungan besar, dengan menjual barang mereka beli dengan harga yang lebih tinggi kepada penduduk yang tidak dapat membeli langsung dari kafilah. Keadaan tersebut sangat merugikan baik bagi para kafilah atau penjual di pasar maupun para penduduk. Oleh karena itu perbuatan tengkulak tersebut dilarang.
Adapun perantara, perantara merupakan penafsiran dari Ibnu Abbas dari kata hadiru libad, yakni penduduk kota menjadi perantara bagi penduduk desa. Dengan kata lain, menjualkan barang dengan mengambil keuntungan atau bayaran. Namun apabila perantara tidak mengambil keuntungan atau bayaran, hal tersebut dibolehkan secara mutlak, bahkan orang tersebut telah melakukan kebaikan kepada penduduk. Adapun tujuan para tengkulak menjadi perantara adalah untuk mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya, dengan membodohi penduduk desa yang tidak tahu harga sebenarnya dan menjual barang tersebut dengan harga yang sangat tinggi sesuai keinginan mereka. Tentu saja perbuatan tersebut dilarang oleh islam karena sangat memudaratkan. Tapi, berbeda hukumnya apabila perantara betul-betul menolong penduduk yang tidak dapat membeli langsung dari pasar atau kafilah. Perantara seperti itu dibolehkan, bahkan sangat dianjurkan. Tetapi, harganya jangan sampai mencekik penduduk dan lebih baik lagi jika tidak mengambil keuntungan namun, mengambil keuntungan sedikit atau sekadarnya saja juga diperbolehkan dalam Islam.[2]

B.     Larangan Menimbun Barang Pokok
Menimbun atau memonopoli adalah tindakan membeli barang dalam jumlah yang banyak kemudian menyimpannya dengan tujuan untuk menjualnya kembali dengan harga tinggi kepada penduduk ketika mereka sangat membutuhkannya pada saat barang susah untuk ditemukan, sehingga penimbun mendapatkan keuntungan yang berlipat. Biasanya barang timbunan tersebut merupakan barang kebutuhan pokok, sehingga dengan sangat terpaksa pembeli harus membelinya walaupun dengan harga yang tinggi.[3]

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَقَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نَافِعِ بْنِ
نَضْلَةَ الْعَدَوِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا
                                                                                               يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ مَرَّتَيْنِ
(Darimi - 2431) Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Khalid telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq dari Muhammad bin Ibrahim dari Sa'id bin Al Musayyab dari Ma'mar bin Abdullah bin Nafi' bin Nadhlah Al 'Adawi, ia berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 
"Tidak menimbun kecuali ia akan berdosa." Beliau mengucapkan hingga dua kali.
Dalam hadis diatas tidak dijelaskan jenis barang yang dilarang untuk ditimbun,sehingga kalangan ulama berbeda pendapat. Diantaranya ada yang berpendapat bahwa diharamkan untuk menimbun segala jenis barang yang akan memudaratkan orang lain, salah satunya adalah Abu Yusuf yang menyatakan bahwa semua barang dilarang untuk ditimbun kalau akan menimbulkan kemudaratan kepada orang lain walaupun barang tersebut emas dan perak. Pendapat ini disepakati oleh sebagian ulama terakhir dan Hanabilah, Ibnu Abidin Syaukani dan sebagian ulama Malikiyah. Adapun menurut ulama Syafi’iyyah, barang yang dilarang untuk ditimbun adalah barang kebutuhan primer, sedangkan barang kebutuhan sekunder tidaklah diharamkan.

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو الْأَشْعَثِيُّ حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَعِيلَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ قَالَ إِبْرَاهِيمُ قَالَ مُسْلِم و حَدَّثَنِي بَعْضُ أَصْحَابِنَا عَنْ عَمْرِو بْنِ عَوْنٍ أَخْبَرَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ مَعْمَرِ بْنِ أَبِي مَعْمَرٍ أَحَدِ بَنِي عَدِيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ بِمِثْلِ حَدِيثِ سُلَيْمَانَ بْنِ بِلَالٍ عَنْ يَحْيَى
(Muslim – 3013 ) Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Amru Al Asy'ats telah menceritakan kepada kami Hatim bin Isma'il dari Muhammad bin 'Ajlan dari Muhammad bin 'Amru bin 'Atha dari Sa'id bin Musayyab dari Ma'mar bin Abdullah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidaklah orang yang menimbun barang, melainkan ia berdosa karenanya." Ibrahim berkata; Muslim berkata; dan telah menceritakan kepadaku sebagian sahabat kami dari Amru bin Aun telah mengabarkan kepada kami Khalid bin Abdullah dari Amru bin Yahya dari Muhammad bin Amru dari Sa'id bin Musayyab dari Ma'mar bin Abu Ma'mar salah seorang Bani Adi bin Ka'ab, dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda….kemudian dia menyebutkan hadits seperti hadits Sulaiman bin Bilal, dari Yahya."

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ إِسْرَائِيلَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ سَالِمٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدِ بْنِ جُدْعَانَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجَالِبُ مَرْزُوقٌ وَالْمُحْتَكِرُ مَلْعُونٌ
(Darimi - 2432) Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Yusuf dari Israil dari Ali bin Salim dari Ali bin Zaid bin Jud'an dari Sa'id bin Al Musayyab dari Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Semoga seorang Importir akan mendapatkan rizqi dan orang yang menimbun semoga  dilaknat."
Dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW:
                  
                                     مَنْ احْتَكَرَ طَعَمًا أرْبَعِيْنَ لَيْلة  فَقَدْبَرِىءَ مِنَ اللهَ  وَبَرِى ءَ مِنْهُ     
Artinya: “Siapa yang menimbun makanan selama empat puluh malam sungguh ia telah terlepas dari Allah dan Allah berlepas dari nya.”
Larangan yang lebih tegas tentang penimbunan terdapat pada hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Umar dan Hakim dari Ibn Umar, bahwa Rasulullah SAW. Bersabda:
                                              اَجَالِبُ مَرْزُوْقُ وَالمُحْتَكِرُمَلْعُوْنُ
Artinya : “Orang yang mendatangkan barang akan diberi rezeki dan orang yang menimbun akan dilaknat”
Para ulama membagi monopoli menjadi dua macam:
1.      Monopoli yang diharamkan, yaitu monopoli pada makanan pokok masyarakat, sabda Rasulullah SAW, riwayat Al-Asram dari Abu Umamah:

أَنْ النبيُ صَلى الله عَليهِ وسلم نهَى أنْ يَحْتكِرُالطٌعَا مَ
“Nabi SAW melarang monopoli makanan”
Hadis Umar dari Nabi SAW:
مَنْ احْتَكَرَ عَلى  لمُسْلِمِيْنَ  طَعَامُهُمْ  ضَرَبَهُ  اللهُ  بِل اجُذام ِ وَالاِ فْلاَ سِ
Artinya: “Siapa menimbun makanan kaum muslimin, niscaya Allah akan menimpakan penyakit dan kebangkrutan kepadanya.”
2.      Monopoli yang diperbolehkan, yaitu sesuatu yang merupakan bukan kebutuhan pokok atau bukan kepentingan umum, seperti: lauk pauk, madu, pakaian, hewan ternak dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP
KASIMPULAN
1.       Membeli barang dagangan sebelum sampai dipasar atau mencegatnya di tengah jalan merupakan jual beli yang terlarang didalam agama islam.
2.       Menimbun atau memonopoli adalah tindakan membeli barang dalam jumlah yang banyak kemudian menyimpannya dengan tujuan untuk menjualnya kembali dengan harga tinggi kepada penduduk ketika mereka sangat membutuhkannya pada saat barang susah untuk ditemukan, sehingga penimbun mendapatkan keuntungan yang berlipat.
3.       Monopoli yang haram, yaitu monopoli pada makanan pokok masyarakat.
4.       Monopoli yang diperbolehkkan, yaitu pada suatu yang bukan kepentingan umum, seperti: minyak, lauk pauk, madu, pakaian, hewan ternak, pakan hewan.















DAFTAR PUSTAKA
Syafe’i, Rahmat. 2000. Al-Hadis(Aqidah, Akhlak, Sosial dan Hukum). Bandung: CV. Pustaka setia
Bariah, Oneng Nurul. 2008. Materi Hadis. Jakarta: Kalamulia


[1] Prof. Dr. H. Rachmat Syafe’i, M.A, Al-Hadis, hal. 170.
[2] Ibid, hal. 173.
[3] Ibid, hal. 174.

1 komentar:

  1. The Casino at JT: The Casino at Kansas City
    The Casino at Kansas City is an 천안 출장샵 entertainment destination with 안성 출장마사지 over 2,500 rooms, 경상북도 출장마사지 including more than 2600 electronic games, including titanium tubing Blackjack, Craps, 상주 출장샵 Roulette,

    BalasHapus