BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Larangan Terhadap Tengkulak
عَنْ طَا وُسٍ عَنْ اِبْنِ عَبَّا سٍ قَا لَ : قَا لَ رَسُوْلُ اللهِ ص م ( لاَ تَلَقُّوْا ا لرُّ كْبَا نَ, وَلاَ يَبِعْ حَا ضِرٌ لِبَا دٍ ) قُلْتُ لاِ بْنِ عَبَّا سٍ: مَا قَوْ لُهُ ( وَلاَ يَبِعْ حَا ضِرٌ لِبَا دٍ؟ قَا لَ : لاَ يَكُوْ نُ لَهُ سِمْسَا رًا.متفق عليه
“Dari thawus dari Ibnu abbas ia
berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: “ Janganlah kamu mencegat
kafilah-kafilah dan janganlah orang-orang kota menjual buat orang desa.” saya
bertanya kepada Ibnu abbas, ” Apa arti sabdanya.? “Janganlah kamu mencegat
kafilah-kafilah dan jangan orang-orang kota menjualkan buat orang desa,” Ia
menjawab: “Artinya janganlah ia menjadi perantara baginya.” (Muttafaq alaih ,
tetapi lafazh tersebut dari bukhari)
Kafilah dalam
hadis diatas bukan hanya rombongan banyak namun juga sendirian, baik memakai
kendaraan ataupun berjalan.[1]
Para
pedagang yang datang dari daerah atau negara lain yang sengaja membawa barang
dagangannya untuk diperdagangkan di suatu daerah dengan harga yang murah karena
pedagang tersebut merupakan pedagang pertama. Namun, penduduk seringkali tidak
mendapatkan barang secara langsung dari kafilah atau pedagang pertama tersebut,
karena barang-barang dagangan tersebut telah diambil terlebih dahulu dan diborong
oleh para tengkulak atau makelar. Para tengkulak tersebut mengambil kesempatan
tersebut untuk mendapatkan keuntungan besar, dengan menjual barang mereka beli
dengan harga yang lebih tinggi kepada penduduk yang tidak dapat membeli
langsung dari kafilah. Keadaan tersebut sangat merugikan baik bagi para kafilah
atau penjual di pasar maupun para penduduk. Oleh karena itu perbuatan tengkulak
tersebut dilarang.
Adapun
perantara, perantara merupakan penafsiran dari Ibnu Abbas dari kata hadiru libad, yakni penduduk kota
menjadi perantara bagi penduduk desa. Dengan kata lain, menjualkan barang
dengan mengambil keuntungan atau bayaran. Namun apabila perantara tidak
mengambil keuntungan atau bayaran, hal tersebut dibolehkan secara mutlak,
bahkan orang tersebut telah melakukan kebaikan kepada penduduk. Adapun tujuan
para tengkulak menjadi perantara adalah untuk mengambil keuntungan
sebanyak-banyaknya, dengan membodohi penduduk desa yang tidak tahu harga
sebenarnya dan menjual barang tersebut dengan harga yang sangat tinggi sesuai
keinginan mereka. Tentu saja perbuatan tersebut dilarang oleh islam karena
sangat memudaratkan. Tapi, berbeda hukumnya apabila perantara betul-betul
menolong penduduk yang tidak dapat membeli langsung dari pasar atau kafilah.
Perantara seperti itu dibolehkan, bahkan sangat dianjurkan. Tetapi, harganya
jangan sampai mencekik penduduk dan lebih baik lagi jika tidak mengambil
keuntungan namun, mengambil keuntungan sedikit atau sekadarnya saja juga
diperbolehkan dalam Islam.[2]
B. Larangan
Menimbun Barang Pokok
Menimbun atau memonopoli adalah tindakan membeli
barang dalam jumlah yang banyak kemudian menyimpannya dengan tujuan untuk
menjualnya kembali dengan harga tinggi kepada penduduk ketika mereka sangat
membutuhkannya pada saat barang susah untuk ditemukan, sehingga penimbun
mendapatkan keuntungan yang berlipat. Biasanya barang timbunan tersebut
merupakan barang kebutuhan pokok, sehingga dengan sangat terpaksa pembeli harus
membelinya walaupun dengan harga yang tinggi.[3]
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ خَالِدٍ
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَقَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ
سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نَافِعِ بْنِ
نَضْلَةَ
الْعَدَوِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ لَا
يَحْتَكِرُ
إِلَّا خَاطِئٌ مَرَّتَيْنِ
(Darimi - 2431) Telah
menceritakan kepada kami Ahmad bin Khalid telah menceritakan kepada kami, Muhammad
bin Ishaq dari Muhammad bin Ibrahim dari Sa'id bin Al Musayyab dari Ma'mar bin
Abdullah bin Nafi' bin Nadhlah Al 'Adawi, ia berkata; aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Tidak
menimbun kecuali ia akan berdosa." Beliau mengucapkan hingga dua kali.
Dalam hadis
diatas tidak dijelaskan jenis barang yang dilarang untuk ditimbun,sehingga
kalangan ulama berbeda pendapat. Diantaranya ada yang berpendapat bahwa
diharamkan untuk menimbun segala jenis barang yang akan memudaratkan orang
lain, salah satunya adalah Abu Yusuf yang menyatakan bahwa semua barang
dilarang untuk ditimbun kalau akan menimbulkan kemudaratan kepada orang lain
walaupun barang tersebut emas dan perak. Pendapat ini disepakati oleh sebagian
ulama terakhir dan Hanabilah, Ibnu Abidin Syaukani dan sebagian ulama
Malikiyah. Adapun menurut ulama Syafi’iyyah, barang yang dilarang untuk
ditimbun adalah barang kebutuhan primer, sedangkan barang kebutuhan sekunder tidaklah
diharamkan.
حَدَّثَنَا
سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو الْأَشْعَثِيُّ حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَعِيلَ عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ عَنْ سَعِيدِ
بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ قَالَ
إِبْرَاهِيمُ قَالَ مُسْلِم و حَدَّثَنِي بَعْضُ أَصْحَابِنَا عَنْ عَمْرِو بْنِ
عَوْنٍ أَخْبَرَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ مَعْمَرِ بْنِ أَبِي
مَعْمَرٍ أَحَدِ بَنِي عَدِيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ بِمِثْلِ حَدِيثِ سُلَيْمَانَ بْنِ بِلَالٍ
عَنْ يَحْيَى
(Muslim –
3013 ) Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Amru Al Asy'ats telah
menceritakan kepada kami Hatim bin Isma'il dari Muhammad bin 'Ajlan dari
Muhammad bin 'Amru bin 'Atha dari Sa'id bin Musayyab dari Ma'mar bin Abdullah
dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidaklah
orang yang menimbun barang, melainkan ia berdosa karenanya." Ibrahim
berkata; Muslim berkata; dan telah menceritakan kepadaku sebagian sahabat kami
dari Amru bin Aun telah mengabarkan kepada kami Khalid bin Abdullah dari Amru bin
Yahya dari Muhammad bin Amru dari Sa'id bin Musayyab dari Ma'mar bin Abu Ma'mar
salah seorang Bani Adi bin Ka'ab, dia berkata, "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda….kemudian dia menyebutkan hadits seperti hadits
Sulaiman bin Bilal, dari Yahya."
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ
عَنْ إِسْرَائِيلَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ سَالِمٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدِ بْنِ
جُدْعَانَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجَالِبُ مَرْزُوقٌ وَالْمُحْتَكِرُ مَلْعُونٌ
(Darimi - 2432) Telah
mengabarkan kepada kami Muhammad bin Yusuf dari Israil dari Ali bin
Salim dari Ali bin Zaid bin Jud'an dari Sa'id bin Al Musayyab dari Umar
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Semoga
seorang Importir akan mendapatkan rizqi dan orang yang menimbun semoga dilaknat."
Dari Ibnu
Umar, dari Nabi SAW:
مَنْ احْتَكَرَ طَعَمًا أرْبَعِيْنَ
لَيْلة فَقَدْبَرِىءَ مِنَ اللهَ وَبَرِى ءَ مِنْهُ
Artinya: “Siapa yang menimbun makanan selama
empat puluh malam sungguh ia telah terlepas dari Allah dan Allah berlepas dari nya.”
Larangan yang lebih tegas tentang penimbunan terdapat
pada hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Umar dan Hakim dari Ibn Umar, bahwa
Rasulullah SAW. Bersabda:
اَجَالِبُ
مَرْزُوْقُ وَالمُحْتَكِرُمَلْعُوْنُ
Artinya : “Orang yang mendatangkan barang akan diberi rezeki dan orang yang
menimbun akan dilaknat”
Para
ulama membagi monopoli menjadi dua macam:
1. Monopoli yang diharamkan, yaitu monopoli pada makanan
pokok masyarakat, sabda Rasulullah SAW, riwayat Al-Asram dari
Abu Umamah:
أَنْ النبيُ
صَلى الله عَليهِ وسلم نهَى أنْ يَحْتكِرُالطٌعَا مَ
“Nabi SAW
melarang monopoli makanan”
Hadis Umar dari Nabi SAW:
مَنْ احْتَكَرَ عَلى لمُسْلِمِيْنَ
طَعَامُهُمْ ضَرَبَهُ اللهُ
بِل اجُذام ِ وَالاِ فْلاَ سِ
Artinya: “Siapa menimbun makanan kaum muslimin, niscaya Allah akan menimpakan penyakit dan kebangkrutan kepadanya.”
Artinya: “Siapa menimbun makanan kaum muslimin, niscaya Allah akan menimpakan penyakit dan kebangkrutan kepadanya.”
2.
Monopoli yang diperbolehkan, yaitu sesuatu yang
merupakan bukan kebutuhan pokok atau bukan kepentingan umum, seperti: lauk pauk,
madu, pakaian, hewan ternak dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
KASIMPULAN
1.
Membeli barang dagangan sebelum sampai
dipasar atau mencegatnya di tengah jalan merupakan jual beli yang terlarang
didalam agama islam.
2.
Menimbun atau memonopoli adalah tindakan membeli
barang dalam jumlah yang banyak kemudian menyimpannya dengan tujuan untuk
menjualnya kembali dengan harga tinggi kepada penduduk ketika mereka sangat
membutuhkannya pada saat barang susah untuk ditemukan, sehingga penimbun
mendapatkan keuntungan yang berlipat.
3.
Monopoli yang haram, yaitu monopoli pada
makanan pokok masyarakat.
4.
Monopoli yang diperbolehkkan, yaitu pada
suatu yang bukan kepentingan umum, seperti: minyak, lauk pauk, madu, pakaian,
hewan ternak, pakan hewan.
DAFTAR
PUSTAKA
Syafe’i, Rahmat. 2000. Al-Hadis(Aqidah, Akhlak, Sosial dan Hukum).
Bandung: CV. Pustaka setia
Bariah, Oneng Nurul. 2008. Materi Hadis. Jakarta: Kalamulia
The Casino at JT: The Casino at Kansas City
BalasHapusThe Casino at Kansas City is an 천안 출장샵 entertainment destination with 안성 출장마사지 over 2,500 rooms, 경상북도 출장마사지 including more than 2600 electronic games, including titanium tubing Blackjack, Craps, 상주 출장샵 Roulette,